MGMP SOSIOLOGI SMA KOTA TEGAL

MGMP SOSIOLOGI SMA KOTA TEGAL
Forum untuk peningkatan profesonalitas Guru

Jumat, 21 Mei 2010

POJOK ILMIAH GURU

Membentuk Kemampuan Berpikir Siswa dalam Pembelajaran Sosiologi
Oleh : Noerhidayah S.,S.Sos.
Ketua MGMP Sosiologi Kota Tegal / Guru SMA N 3 Kota Tegal

Proses pembelajaran pada dasarnya sangat berkaitan erat dengan pembentukan dan penggunaan kemampuan berpikir. Siswa akan lebih mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya sudah ada struktur dan strata intelektual, sehingga ketika ia berhadapan dengan bahan atau materi pembelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai dan menyusun alur logis, menguraikan.
Struktur dan strata intelektual terbentuk ketika intelek manusia beradaptasi dengan hal-hal yang diserap oleh pancaindera. Menurut ahli psikologi, Jean Piaget (1896-1980), sebagaimana tubuh kita mempunyai struktur tertentu agar dapat berfungsi, pikiran kita juga mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata. Skema adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya seorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya.
Skema juga bisa disebut sebagai konsep, gambaran atau kategori dalam diri manusia yang terjadi ketika manusia menggunakan pancainderanya. Gambaran itu akan semakin berkembang dan lengkap sesuai dengan tingkat kedewasaan manusia.
Apabila manusia mengintegrasikan gambaran baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya, maka ia melakukan proses asimilasi. Proses ini terjadi bila ada kesamaan dengan konsep yang sudah ada atau melengkapi konsep itu. Dikala manusia tidak menemukan kecocokan dengan konsep yang sudah ada maka manusia melakukan akomodasi. Dalam proses ini manusia membentuk skema baru.
Benyamin S. Bloom (1956) melengkapi pendapat Jean Piaget dengan membuat stratifikasi intelektual yaitu menerapkan gaya pembelajaran dengan memperhatikan aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Memang diakui bahwa identifikasi strata intlektual ini jarang dimengerti dan diterapkan guru. Barangkali karena ketidaktahuan menggunakan prinsip-prinsip logika. Ukuran kemengertian siswa sebatas mempunyai jawaban persis sama dengan apa yang ada dalam buku, bukannya peta konsep (concept map) yang sama seperti kepunyaan guru. Belajar yang sesungguhnya adalah proses mentransfer konsep, seperti mempunyai kemampuan mengetahui apa yang dipelajari, membahasakannya dengan bahasa sendiri, menerapkannya dalam konteks yang praktis, mempunyai keahlian untuk membandingkan dan menganalisa serta bisa memberikan kesimpulan logis secara deduktif dan induktif dan seterusnya bisa menguraikan secara dialektis kesimpulan yang sudah disusunnya itu.
Kehadiran guru tidak lain membantu siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri berdasarkan strata intelektual itu dan memperlihatkan kesesuaiannya dengan kriteria kebenaran pengetahuan, yakni kebenaran yang selalu benar untuk setiap keadaan dengan konsep atau cara belajar yang sama, atau menurut referensi ahli dan acuan epistemologis yang membidanginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar