MGMP SOSIOLOGI SMA KOTA TEGAL

MGMP SOSIOLOGI SMA KOTA TEGAL
Forum untuk peningkatan profesonalitas Guru

Sabtu, 22 Mei 2010

FORUM ILMIAH GURU SOSIOLOGI

Hasil Wawancara dengan Guru Sosiologi SMA se-Kota Kota Tegal tentang :
Rendahnya Minat mempelajari Sosiologi
(Peneltian Deskripstif Kualitatif - Oleh Noerhidayah S.,S.Sos. - Guru SMA N 3 Tegal)


Anggapan negatif terhadap mata pelajaran Sosiologi tidak bisa dilepaskan dari faktor internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan faktor internal adalah segala hal yang terkait langsung dengan proses pembelajaran Sosiologi di SMA seperti materi, buku teks, guru pengampu mapel , strategi/metode pembelajaran, fasilitas belajar, hasil evaluasi/ujian. Sedangkan faktor eksternal adalah anggapan yang hidup dalam masyarakat, termasuk di lingkungan guru sendiri, tentang keberadaan ilmu sosial dalam masyarakat. Berikut ini akan penulis uraikan tentang faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
a. Materi
Materi Sosiologi yang tertuang dalam Standat Isi dan secara lebih rinci ditulis buku teks / bahan ajar mata pelajaran Sosiologi kurang realistis dan kurang jelas apa yang hendak dicapai. Dalam jangka waktu yang sangat pendek, siswa dipaksa untuk menguasai materi yang sangat banyak dan penuh dengan berbagai konsep abstrak yang sebagian tidak konstektual. Menurut penuturan Informan 1 ( Yuni Kurniawati, guru SMA 2 Tegal) dikatalan bahwa Materi pelajaran Sosiologi di SMA kebanyakan berisi berbagai definisi yang kurang relevan dengan situasi sehari-hari masyarakat Indonesia, termasuk kehidupan siswa.Kalau hal ini terjadi, maka akan memaksa seluruh siswa untuk kenjadi Sosiolog. Jangankan mereka tertarik menjadi Sosiolog, siswa malah menjadi semakin jenuh karena otak siswa dijejali dengan berbagai definisi, mulai interaksi sosial, sosialisasi, nilai dan norma sosial, penyimpangan sosial, pengendalian sosial dan lain-lain. Konsep-konsep tersebut terpaksa siswa hapalkan tanpa tah apa relevansinya bagi kehidupan mereka. Dengan materi seperti sekarang ini, siswa Cuma menghapalkan konsep-konsep dalam Sosiologi untuk keperluan ulangan atau ujian semata. Dan setelah selesai ujian/ulangan, selesai juga konsep itu melekat dalam otak siswa.
Sementara Informan 2 ( Drs. Mukhlasin, guru Sosiologi SMA Muhammadiyah Tegal ) menyatakan bahwa mata pelajaran Sosiologi seharusnya dirancang sebagai mata pelajaran yang sederhana dan mengasyikkan bagi siswa. Dengan bantuan beberapa konsep yang sederhana dan tidak disusun bak mantra yang harus dihapalkan oleh siswa, sehingga Sosiologi seharusnya menjadi alat analisa yang membantu siswa untuk memahami, menilai dan merespon secara kritis dinamika dan perubahan sosial yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengacu pada gagasan seperti ini, revisi kurikulum Sosiologi perlu segera dilakukan.


b. Buku Teks Pelajaran Sosiologi
Buku adalah turunan dari kurikulum. Ketika kurikulumnya problematis, maka buku-buku yang merupakan bentuk operasional dari kurikulum tersebut juga akan problematis. Menurut Informan 3 (Sri Guningsih, S.Sos., guru Sosiologi SMA Al Irsyad Tegal), dikatakan bahwa berbagai buku-buku mata pelajaran Sosiologi yang beredar di sekolah-sekolah adalah turunan buruk dari kurikulum yang juga buruk karena ditulis oleh orang-orang yang kurang kompeten. Kebanyakan buku yang beredar hanya copy paste dari buku-buku buruk yang beredar sebelumnya yang rata-rata meng-copy paste begitu saja dari buku-buku untuk kalangan mahasiswa universitas. Kreatifitas penulis untuk mensiasati materi kurikulum yang buruk dengan menyusun buku yang sederhana, tidak normatif, tidak terlalu abstrak, menyenangkan dan merangsang rasa ingin tahu siswa kurang nampak dalam dalam berbagai buku mata pelajaran Sosiologi yang beredar di pasaran. Kreatifitas yang kurang mencerminkan kompetensi penulis yang juga kurang. Seyogyanya mulai sekarang peningkatan kompetensi, uji kompetensi dan sertifikasi penulis buku oleh instansi yang berkompeten seperti pusat perbukuan Depdiknas maupun lembaga independen seperti universitas (utamanya yang memiliki jurusan Sosiologi) mulai dilakukan untuk meningkatkan kualitas bahan ajar (buku teks mata pelajaran). Apabila tidak memenuhi kriteria tersebut, maka seseorang tidak diijinkan untuk menulis buku teks mata pelajaran Sosiologi. Selain itu,aturan hak cipta penulisan buku teks pelajaran juga perlu ditegakkan.
c. Guru Pengampu Mata pelajaran Sosiologi
Menurut penuturan Informan 4 ( Siti Hajar, S.Sos. guru Sosiologi SMA 2 Tegal ) dikatakan bahwa kebanyakan guru-guru pengampu mata pelajaran Sosiologi SMA di kota Tegal tidak memiliki latar belakang dan kompetensi untuk mengajar mata pelajaran Sosiologi. Hal ini dikarenakan sebagian besar ( 88% ) guru sosiologi di Kota Tegal mempunyai latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan . Sebagian dari guru pengampu mata pelajaran Sosiologi berlatar belakang Pendidikan Geografi, Sejarah, PKn, Agama, dan Ekonomi. Mereka mungkin bisa mengajar, namun sebenarnya jiwa Sosiologi hanya dapat diberikan oleh mereka yang bertahun-tahun menggeluti ilmu Sosiologi. Bahkan bukan cuma tidak memiliki jiwa Sosiologi, ada pula guru yang kurang memahami beberapa materi dalam mata pelajaran Sosiologi, terutama untuk yang sifatnya teknis seperti metodologi penelitian sosial. Lebih lanjut Siti Hajar, S.Sos. menyatakan bahwa peningkatan kompetensi guru melalui pendidikan lanjutan (S-2 atau S-3 Sosiologi) dan mengikuti berbagai macam pelatihan adalah jalan keluar atau solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan buruknya kualitas sumber daya manusia guru-guru mata pelajaran Sosiologi SMA.
d. Metode Pembelajaran Sosiologi
Berdasarkan pengamatan dan curah pengalaman guru-guru Sosiologi SMA se-Kota Tegal dapat dilihat bahwa metode pembelajaran yang banyak dilakukan oleh guru-guru Sosiologi adalah metode ceramah berdasarkan teks. Pada metode ini, siswa mendengarkan dan mencatat materi yang dijelaskan guru di depan kelas melalui metode ceramah Hal ini menyebabkan siswa menjadi jemu dan proses pembelajarannya menjadi kurang diminati oleh siswa, Namun demikian metode inisering digunakan oleh guru-guru Sosiologi SMA di kota Tegal karena metode ini dinilai merupakan cara yang paling aman bagi guru untuk menutupi ketidakmampuannya. Hal ini juga merupakan cara yang paling ampuh juga untuk membungkam pertanyaan-pertanyaan kritis siswa yang jawabannya tidak ada di dalam buku teks yang menjadi pegangan guru.
Lebih lanjut Informan 5 (Dian Sukmawati, S.Sos. guru Sosiologi SMA Muhammadiyah Tegal) menuturkan bahwa Sosiologi merupakan ilmu tentang masyarakat. Pemahaman, penilaian, respon atas persoalan masyarakat tentu saja tidak bisa disusun semata-mata di dalam ruang belajar melalui ceramah atas dasar buku teks saja. Di ruang kelas, siswa memang harus memahami berbagai konsep Sosiologi. Namun siswa juga harus didorong untuk mengaitkan / menghubungkan konsep-konsep tersebut melalui berbagai macam kegiatan lapangan (pengamatan/observasi, survei sederhana, analisis isi media dan sabagainya) yang hasilnya ditulis untuk kemudian dipresentasikan di depan kelas sebagai bahan diskusi. Dengan cara seperti ini, siswa bukan saja bisa bersikap kritis terhadap konsep-konsep Sosiologi, namun juga terhadap dinamika sosial yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari (mempertanyakan, menganalisa dan tidak menutup kemungkinan siswa dapat memberikan tawaran alternatif atas berbagai konsep-konsep Sosiologi yang berhubungan dengan permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Kalau metode pembelajaran Sosiologi ini dapat diterapkan dalam proses pembelajaran Sosiologi SMA, maka Sosiologi bisa menjadi mata pelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa.
e. Fasilitas Belajar
Beragam materi dalam mata pelajaran Sosiologi membutuhkan dukungan berbagai fasilitas belajar, mulai dari buku-buku teks pelajaran, buku referensi / buku penunjang, koran, majalah, fasilitas internet, laboratorium komputer dan sebagainya. Untuk sekolah-sekolah miskin di pinggiran / pedalaman, hal ini tentu sangat memberatkan.Menurut Informan 6 ( Prihatin Endah Susanti, SE, Guru Sosiologi SMA Ihsaniyah Tegal ), dikatakan bahwa meskipun sekolah sangat terbatas fasilitas belajar untuk pembelajaran sosiologi, biasanya guru-guru yang kreatif dan inovatif akan selalu melihat peluang untuk maju di tengah segala keterbatasan fasilitas belajar, dimananya biasanya guru-guru tersebut biasanya dapat mensiasati keadaan seperti ini. Ketika tidak laboratorium komputer untuk mengolah hasil survei sederhana, cara manual yang dilakukan. Ketika koran, majalah untuk analisa isi tidak tersedia, maka metode etnografi sederhana, oral history bisa digunakansebagai penggantinya. Yang paling penting adalah siswa belajar konsep di kelas, untuk peningkatan pemahaman siswa diberi tugas untuk turun ke lapangan untuk melakukan pengamatan / orbservasi, setelah itu membuat tulisan / laporan hasil observasi dan atau mendiskusikan hasil observasi dari lapangan.
f. Ujian
Karena yang diajarkan di kelas adalah definisi-definisi yang harus dihapalkan oleh siswa, maka seperti itu jugalah materi unutk ulangan maupun ujian mata pelajaran Sosiologi. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan kurikulum yang mengharuskan siswa menguasai kompetensi tertentu maupun dari bahan ajar / buku teks mata pelajaran Sosiologi sebagai turunannya yang juga berperspektif hapalan. Menurut penuturan Informan 7(Siti Aisyah, S.Pd.,Guru Sosiologi SMA NU Tegal) dikatakan bahwa ulangan/ ujian Sosiologi hendaknya mencerminkan pengetahuan siswa tentang konsep, kemampuan analisa atas data dari hasil observasi/pengamatan di lapangan, kritik terhadap konsep dan rekomendasi , yang dituangkan dalam bentuk tulisan / laporan / makalah sederhana dan dipresentasikan di depan siswa lainnya. Ini tentunya disesuaikan dengan konteks siswa SMA, bukan ahli Sosiologi (Sosiolog) maupun peneliti sosial.
2. Faktor Eksternal
Menurut penuturan Informan 8 (Dra. Khamidah, guru SMA Al Irsyad Tegal) dikatakan bahwa anggapan negatif siswa terhadap mata pelajaran Sosiologi adalah cerminan dari anggapan masyarakat termasuk orang tua siswa maupun guru lain di sekolah. Hal ini bisa dipahami karena guru-guru yang bergelut dalam ilmu ini di kota Tegal, termasuk guru-guru Sosiologi SMA di kota Tegal tidak memperhatikan sinyal atau prestasi yang bisa menumbuhkan anggapan yang positif. Yang terpenting yang harus diperhatikan adalah melakukan pembenahan-pembenahan internal (seperti menggunakan model-model pembelajaran yang dapat menarik minat siswa untuk belajar sehingga anggapan negatif mereka tentang mata pelajaran Sosiologi akan semakin berkurang bahkan hilang). Lebih baik guru-guru menunjukkan profesiolitas dan kreativitasnya dalam pembelajaran dan secara terus-menerus daripada mengeluh atau sibuk membela diri atas angapan negatif siswa dan masyarakat terhadap mata pelajaran Sosiologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar